Kamis, 23 Juni 2016

Patricia Gunawan Bintang Baru Asia yang Tetap Membumi

Foto: Honda Tranggono


Gelar runner-up Asia’s Next Top Model (AsNTM) season 4 membuat nama Patricia Gunawan (25), Pemenang II Wajah Femina 2010, langsung meroket! Jalan karier modelingnya di Asia telah terhampar di depan mata. Permintaan sebagai presenter atau host program televisi di dalam dan luar negeri pun mulai berdatangan. Satu per satu impiannya terjawab.

Minta dieliminasi
Mencapai posisi tiga besar di AsNTM season 4 tidak pernah terpikirkan oleh Patrice. Motivasinya mengikuti ajang ini awalnya adalah untuk melupakan hubungan cintanya yang baru saja kandas. “Saya cuma kepingin mencari kesibukan saja waktu itu, biar cepat move on,” katanya, tertawa.

Siapa sangka, aksi debutnya di atas catwalk yang menantang di hari pertama mendapat pujian gemilang dari para juri dan mentor yang dipimpin oleh Cindy Bishop, top model asal Thailand. Pamor dan pesonanya mulai mencuri panggung kompetisi yang berlangsung superketat itu!

Kepiawaian Patrice berjalan anggun dengan memakai high heels memang sudah terasah secara autodidak sejak ia masih sekolah di Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata Rex Mundi, Jakarta Pusat. Di tempat ini, semua siswa wanitanya wajib memakai sepatu dengan tumit tinggi. “Berangkat atau pulang sekolah naik Trans Jakarta, ojek, atau mikrolet, saya selalu memakai heels dengan panjang hak 7 cm,” kenangnya. Pengalamannya tampil di sejumlah fashion show, salah satunya Jakarta Fashion Week, juga ikut menjadi modalnya.

Tahap demi tahap seleksi dijalani oleh Patrice dengan berat. Selama dua bulan karantina, mereka hidup tanpa alat komunikasi, tanpa internet, dan televisi. Mereka juga tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan orang luar dan keluarga, selain dari juri dan kru penyelenggara. Tinggal satu atap dengan 12 peserta lain dari 10 negara yang memiliki karakter, budaya, kebiasaan, dan bahasa yang berbeda menambah rumit keadaan. Perbedaan ini kerap menyulut perselisihan tidak penting di antara mereka. “Biasanya, pertengkaran diawali dan diakhiri oleh gosip yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan baik-baik,” ceritanya.

Gesekan-gesekan emosional ini sempat membuatnya nyaris menyerah dan tidak ingin melanjutkan kompetisi. Ia bahkan menyampaikan hal itu langsung kepada executive producer acara ini ketika akan memasuki episode kedua. “Saya sudah tidak tahan dengan suasana karantina yang sangat tidak kondusif. Saya minta untuk dieliminasi,” katanya, serius.

Namun, ia tidak kunjung mendapat tiket pulang. Sebaliknya, poin nilainya terus di atas, bahkan menjadi nomor satu, membuatnya melaju ke tahap-tahap selanjutnya. Di titik inilah ia belajar mengubah cara pandang. Ia mulai menerima keadaan dan mensyukuri pencapaian yang sudah ia raih. “Suka tidak suka, saya sudah memutuskan mengikuti ajang ini. Seberat apa pun tantangannya, saya tidak boleh mengeluh,” tuturnya, tegas.

Setelah dua sahabatnya di AsNTM, Aldilla Zahraa (Indonesia) dan Tuti Noor (Malaysia), tereliminasi, Patrice mendapatkan ketenangan dan penghiburan dari sahabat lain yang dibawanya dari tanah air. Teman setianya ini adalah buku The Secret karya Rondha Byrne, buku doa, dan juga Alkitab.

Wanita kelahiran Jakarta, 14 Juli 1990, ini tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh para juri. Ia selalu berusaha tampil total, baik di sesi pemotretan maupun di catwalk. “Selain mempersiapkan diri untuk tampil maksimal, saya juga mempersiapkan mental bila harus tereliminasi,” ujarnya.

Sebagai penghilang stres dan suasana hati yang buruk akibat tekanan yang tinggi, Patrice biasanya akan menari-nari atau mengajak teman-teman dan kru AsNTM untuk bersenda gurau. Dibandingkan dengan peserta lain, Patrice memang paling heboh dan kocak. Kehadirannya selalu berhasil membuat suasana jadi hidup. Keunikannya ini pula yang membuat peserta lain senang kepadanya.

Menjaga hubungan baik dengan tiap peserta menjadi kuncinya untuk tetap bisa menikmati masa karantina. Walau, terkadang ia suka dibuat jengkel dengan sifat malas dan manja teman-temannya yang enggan cuci piring atau membersihkan tempat tinggal mereka. “Saya kerap menjadi penengah bagi teman-teman yang berselisih,” ungkapnya. Atas sikapnya itu pula ia mendapat pengakuan sebagai pengayom.

Semua kritikan pedas dari para juri ia tanggapi dengan positif. Patrice tahu bahwa kali ini ia berada di kompetisi yang lebih tinggi. Jadi, wajar bila para jurinya menempa peserta dengan keras, agar mereka bisa menjadi model yang mumpuni di mana pun mereka berada.

Kehadiran model internasional asal Indonesia, Kelly Tandiono, sebagai juri dan mentor di ajang ini. menjadi motivasi bagi Patrice. Ia bangga dan ingin menjadi seperti Kelly yang diakui di luar negeri. Sebenarnya, mereka berdua sudah kenal lama. Selain kerap sama-sama tampil di acara fashion show di Jakarta, mereka juga sama-sama tergabung dalam organisasi sosial Rumah Pandai. “Enggak menyangka dia menjadi salah satu jurinya,” ungkapnya.

Kedekatannya dengan Kelly tidak lantas membuat Patrice besar kepala atau mengentengkan. Ia tetap menjalani semua rangkaian karantina dengan maksimal. “Kalau penampilan saya buruk, Kelly pasti bilang buruk, begitu pula sebaliknya,” kata wanita bertinggi tubuh 170 cm ini.

Walau tidak berhasil meraih juara pertama, Patrice tetap bangga dan bersyukur mampu bertahan hingga episode terakhir. Ia mengakui, Tawan memang sangat layak mendapatkan juara pertama. “Dengan tinggi badan 177 cm dan proporsional,Tawan memang pas sekali untuk pasar internasional. Very humble, very friendly, dan tulus,” ujarnya. Sejak hari pertama karantina, Patrice sudah memprediksi, Tawan akan mendapatkan posisi yang terbaik.

Tidak berarti pintu sukses belum terbuka baginya. Sebaliknya, sebagai runner-up, Patrice mendapat kepercayaan besar sebagai brand ambassador produsen otomotif Subaru di kawasan Asia Selatan. Ia juga terpilih menjadi brand ambassador pasta gigi Closeup. Wajahnya juga akan mengisi halaman editorial majalah gaya hidup ternama di Singapura. Ia akan menjadi bintang baru Asia!

Semangat berbagi
Patrice mengakui, Wajah Femina berperan besar dalam perjalanan suksesnya. Saat mengikuti Wajah Femina, ia dipersiapkan untuk sukses di berbagai pilihan karier. Selama di karantina ia belajar public speaking, tata krama, cara bersikap, hingga berkomunikasi dengan sesama finalis, fotografer, dan juri. Ia juga merasa beruntung digembleng oleh pengajar sekaliber Ari Tulang, untuk luwes berpose dan berjalan di atas catwalk, dua kekuatannya yang menonjol di AsNTM.

Sejak meraih gelar Pemenang II WF 2010, karier Patrice di dunia modeling memang terus menanjak. Dalam seminggu ia bisa memiliki dua hingga tiga jadwal fashion show dan pemotretan. Ia juga sering tampil menjadi model iklan televisi untuk produk minuman kesehatan, perbankan, dan yang terbaru menjadi muse untuk salah satu brand internasional yang mengeluarkan produk pewarna rambut.

Setelah meraih gelar runner-up AsNTM season 4, Patrice telah memutuskan untuk melebarkan sayap ke bidang hiburan lainnya, yaitu menjadi host talk show atau presenter program acara televisi. Namun, ia berjanji tidak akan meninggalkan dunia modeling. Rencana itu ia buat semata-mata untuk mengambil peluang saja. Ia senang keputusannya ini mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Beddhi dan Shirly Gunawan. Padahal, sebelumnya mereka tidak merestui bungsu dari 3 bersaudara ini terjun ke dunia hiburan. “Dulu saya kuliah sembari berbisnis baju. Dari sinilah peluang di dunia modeling terbuka, dan saya mengambilnya,” ujarnya.

Sejak Maret 2016 lalu, ia menjadi penyiar di Hard Rock FM, Jakarta, dan membawakan dua program acara. Celotehannya yang ceria selalu mampu mencairkan suasana. Kemampuannya ini mulai terasah sejak ia menjadi master of ceremony (MC) bersama Ayu Dewi di pesta perkawinan temannya. Kesempatan serupa menyusul di ajang pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS), pada tahun 2014. Selama 11 hari itu ia dipercaya menjadi MC untuk sebuah brand mobil buatan Eropa.

Kini, aktivitasnya makin padat dibandingkan dengan saat sebelum mengikuti AsNTM. Hari-harinya diisi dengan pemotretan dari satu majalah ke majalah lainnya, hingga bertemu dengan beberapa produsen program acara televisi. “Saya juga menjalankan bisnis penjualan hair suplemen. Untuk saat ini, produk tersebut saya pasarkan lewat Instagram,” terangnya.
Bulan Juli, jam terbangnya makin padat dengan tur ke luar kota. Saat ini, ia akan berbagi pengalaman tentang kecantikan dan fashion di beberapa sekolah di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Meski cukup sibuk, ia tidak meninggalkan aktivitas sosialnya di Rumah Pandai yang sudah ia jalani sejak tahun 2014 bersama desainer busana Kanaya Tabitha.

Komitmennya untuk terus berkontribusi di bidang sosial didasari oleh rasa nasionalismenya yang tinggi. “Berhentilah mengeluh dan protes terhadap pemerintah. Ayo, kita bergerak!” seru wanita yang murah senyum ini. Dalam tiap hal, ia ingin menjadi motivasi bagi anak-anak muda Indonesia untuk lebih peduli terhadap sesama. Bersama Rumah Pandai, Patrice turun langsung untuk bertemu dan membina para perajin tenun di Maumere dan Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur. Ia datang untuk memberi motivasi kepada generasi muda di sana untuk mau belajar dan meneruskan warisan tradisi menenun kain.

“Kami memberikan modal dan juga gambaran hitungan untung dan ruginya menenun kain. Keuntungan yang mereka dapatkan bisa digunakan untuk biaya sekolah mereka,” tuturnya. Kain-kain hasil tenunan masyarakat itu sebagian dibawa ke Jakarta untuk dijual lewat Rumah Pandai.

Dalam waktu dekat Patrice juga berencana menampilkan kain-kain yang sudah dijadikan pakaian di acara fashion show besar. “Harapan kami, sih, dapat menampilkannya di ajang Jakarta Fashion Week tahun ini,” ungkap wanita yang ikut mencari donatur bagi para korban asap kebakaran hutan di Sumatra Selatan ini.

Semangatnya untuk berbagi makin besar berkat dukungan kekasih barunya, Ben Soebiakto. Selain menjalankan bisnis media digital, Ben juga kerap berkontribusi melakukan gerakan sosial. “Ben pernah membantu program Rumah Pandai,” katanya, bangga.

Patrice berharap, kelak, bersama suami dan anak-anaknya, ia dapat eksis di berbagai jalur karier, baik di bidang bisnis, pendidikan, maupun di dunia hiburan. “Bila ekonomi mapan, maka akan lebih banyak orang yang bisa saya tolong,” ujarnya.


http://www.femina.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar