Tampilkan postingan dengan label Asli Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asli Indonesia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Juni 2016

Tak Cuma Komodo, Indonesia Juga Punya Dinosaurus Lain yang Masih Hidup

Dinosaurus, reptil raksasa penguasa bumi berjuta-juta tahun yang lalu. Di dunia modern, hanya buaya dan komodo yang dikenal sebagai sisa-sisa Dinosaurus di bumi. Buaya hampir ada di seluruh belahan dunia kecuali kutub. Sementara Komodo, merupakan reptil legendaris yang hanya hidup di Pulau Komodo, Indonesia. Namun ternyata, bukan cuma Komodo karena masih ada sisa-sisa Dinosaurus lain di Indonesia. Hebatnya lagi, reptil misterius ini hanya ditemukan di Kalimantan yang berarti reptil bertampang seram ini merupakan hewan endemik.


Adalah Lathanotus Borneensis, nama ilmiah reptil ini. Sesuai namanya yang menunjukkan dimana ia tinggal. Hewan ini tidak diketahui eksistensinya secara luas hingga dua tahun terakhir berkat foto-foto yang tersebar di internet. Masyarakat lokal menyebutnya Biawak Tak Bertelinga. Reptil ini sebenarnya telah diketahui sejak pertama kali ditemukan tahun 1878. Para ilmuwan punya sebutan lain bagi hewan ini, yaitu Living Fossil. Dinamakan seperti itu karena menurut para ilmuwan hewan-hewan "seusianya" sudah punah.
Keberadaan hewan ini yang sulit ditemui tak lepas dari gaya hidupnya yang nocturnal alias aktif di malam hari. Reptil ini juga merupakan reptil semiquatik, yang bisa menghabiskan waktunya di dalam air ataupun di daratan. Secara fisik, tampilan kadal ini memang terkesan "kuno", dengan ciri paling menonjol adalah gerigi-gerigi yang tumbuh di seluruh permukaan kulitnya, dari kepala hingga ke ekor. Uniknya, hewan yang tergolong ke dalam spesies biawak ini tak seagresif biawak lain seperti kadal monitor atau komodo.
Menurut ilmuwan LIPI Amir Hamidy, biawak ini memang benar Biawak Tak Bertelinga, yang persebarannya meliputi Serawak, Malaysia dan Kalimantan Barat. Lebih lanjut, meskipun hewan ini termasuk sulit ditemukan, Biawak Tak Bertelinga ini juga menjadi komoditas selundupan hewan langka yang cukup populer. Kasus terbaru, pada tanggal 11 Oktober 2015 lalu, seorang warga Jerman diamankan di Bandara Soekarno - Hatta karena berusaha menyelundupkan biawak ini.


Terlepas dari hal tersebut, pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap spesies hewan eksotis ini. Bukan hanya permasalahan penyelundupan, tetapi juga permasalahan terkait dengan perkebunan kelapa sawit yang mungkin sedikit banyak mempengaruhi ekosistem si biawak. Jangan sampai hewan pewaris tahta dinosaurus ini punah. (mongabay.co.id)

Menelusuri Indahnya Pulau Enggano, Pulau Terluar Indonesia di Samudra Hindia

Sebagai negara kepulauan, masih banyak terdapat pulau-pulau indah yang belum terjamah oleh hiruk pikuk modernitas. Tempat-tempat seperti ini sebenarnya merupakan tempat yang tepat untuk melepaskan lelah dari aktifitas sehari-hari yang seringkali memberikan tekanan luar biasa. Namun, ketika tempat-tempat wisata populer sudah terlalu mainstream, alternatif liburan ini mungkin bisa dicoba; menelusuri pulau-pulau terluar di wilayah Indonesia. Salah satunya adalah Pulau Enggano.


Sebagai wilayah kepulauan dengan garis pantai terpanjang, wisata pantai memang menjadi unggulan di berbagai wilayah Indonesia. Saat ini, wisata pantai di wilayah Indonesia Timur menjadi primadona dengan pasir putihnya dan airnya yang sangat jernih. Namun, yang seperti itu juga ada di Indonesia bagian barat. Tepatnya di Pulau Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia yang ada di Samudra Hindia. Jika pantai di wilayah timur Indonesia adalah surga diving, maka pantai di barat Indonesia adalah tempat terbaik untuk berselancar.


Sebagai pulau terluar, masih banyak yang belum diketahui dari Pulau Enggano. Pulau yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Bengkulu ini masih cukup misterius. Salah satu tandanya adalah dengan ditemukannya beberapa spesies baru di pulau ini oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selain itu, kehidupan sosial di pulau ini juga belum terpantau dengan jelas. Meski begitu, yang bisa diketahui dari masyarakat penghuni pulau Enggano adalah mereka tak mengenal minuman keras, busur atau panah, seni tenun ataupun karya seni lain seperti suku-suku lain di Indonesia.

Mayoritas penduduk di Pulau Enggano adalah Suku Kauno, Suku Kaahoao, Suku Kaharuba, Suku Kaitaro, dan Suku Kaarubi. Masing-masing suku tersebut dipimpin oleh Ketua Suku. Sebagai pulau yang masih alami, pengunjung diharapkan juga memperhatikan kearifan-kearifan lokal yang ada di Pulau Enggano, disamping menikmati pemandangan alam yang luar biasa indah. (photo: brucelevick.com)

Pulau di Indonesia ini Mempunyai Kualitas Oksigen Terbaik di Dunia

Sudah menjadi rahasia umum jika kerusakan alam yang terjadi secara merata di seluruh dunia berakibat memburuknya kualitas oksigen di bumi. Oksigen secara alami dihasilkan oleh pohon-pohon, sementara banyak perusahaan-perusahaan menebang pohon tanpa diimbangi dengan penanaman kembali. Di tengah-tengah maraknya isu-isu tentang kerusakan alam dan memburuknya kadar kualitas oksigen, sebuah pulau di Indonesia ternyata mempunyai kualitas oksigen terbaik di dunia.
Bersama dengan Yordania, Pulau Giliyang yang masuk dalam wilayah daerah Sumenep, Madura ini mempunyai kualitas udara terbaik di dunia. Pulau ini dahulu dikenal dengan nama Pulau Gila Iyang atau Gili Elang. Penyebutan yang berbeda tersebut mempunyai latar belakang sejarah yang berbeda pula. Disebut Gila Iyang, karena pulau tersebut konon pada masa lalu sering digunakan untuk membuang orang-orang gila. Sementara penyebutan Gili Elang merujuk pada pulau ini yang tidak ditemukan atau hilang.
Namun saat ini yang dikenal luas oleh masyarakat adalah Pulau Giliyang, setelah pada tahun 2006 lalu nama pulau ini diubah menjadi Giliyang oleh Tim Pembakuan Nama Rapbumi. Berdasarkan penelitian dari tim Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim milik LAPAN pada Juli 2006, dan pengkajian ulang pada tahun 2011 lalu oleh Badan Lingkungan Hidup Sumenep dan Jawa Timur, bekerjasama dengan Bappeda, pulau ini diklaim mempunyai kadar kualitas oksigen terbaik di dunia.
Status tersebut menjadikan Pulau Giliyang menjadi destinasi wisata sehat. Sebutan wisata sehat serta klaim kualitas oksigen terbaik di dunia memang bukan hanya klaim semu semata. Dengan konsentrasi oksigen sebesar 20,9% dengan Level Eksplosif Limit 0,5% . Ketika dikaji ulang, hasilnya selalu menunjukkan bahwa kadar kualitas oksigen di Pulau Giliyang ini lebih tinggi dibandingkan tempat lain, kurang lebih 3,3% hingga 4,8% di atas rata-rata.
Kualitas oksigen yang baik memberikan pengaruh yang baik bagi tubuh. Hal ini bisa dilihat pada penduduk Pulau Giliyang yang mempunyai usia lebih panjang dan lebih bugar meskipun mencapai usia 80 tahun atau lebih. Beberapa bahkan masih bisa beraktifitas layaknya orang-orang yang masih berusia produktif. Bagi pembaca yang ingin merasakan wisata anti mainstream, mungkin bisa mencoba mengunjungi Pulau Giliyang dan menghirup oksigen segar sepuas-puasnya.