Tampilkan postingan dengan label Kendaraan Tempur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kendaraan Tempur. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Juni 2016

Inilah Penampakan Ranpur BTR-4 Pesanan Korps Marinir TNI AL

05 Juni 2016

Sosok gahar BTR-4M pesanan Marinir TNI AL. (all photos : National Academy)

Untuk menggantikan ranpur BTR-80A yang sedang digunakan Korps Marinir dalam misi pasukan perdamaian PBB, Kementrian Pertahanan menjatuhkan pilihan pada ranpur BTR-4 buatan Ukraina. Setelah sekian lama tak kedengaran kabar beritanya, sosok BTR-4 pesanan Indonesia tersebut akhirnya tampak jelas sudah. Walaupun sempat diterpa ketidakjelasan, toh wujudnya kini sudah mulai tampak di alam liar.


Dari sosoknya, pabrikan KMDB (Kharkiv-Morozov Design Bureau) rupa-rupanya menghadirkan kejutan. Berbeda dengan BTR-4 pesanan Irak atau untuk kebutuhan dalam negeri Ukraina, pesanan Indonesia tampil lebih berotot dan garang, dengan boks-boks buoyancy untuk menambah kemampuan apung sekaligus berfungsi sebagai perisai lapisan antipeluru tambahan. Walaupun ditambahi berbagai modul tersebut, BTR-4 tetap tampil seimbang dan garang, dengan sistem propeller asli bawaan, tidak seperti ranpur amfibi lokal yang harus menggunakan waterjet segede gaban untuk dapat mengapung dan berenang.


Informasinya, BTR-4M pesanan Korp Marinir ini tampil full spec alias mengadopsi kasta tertinggi dari keluarga BTR-4, termasuk di dalamnya mengambil seluruh opsi Marinization dan Tropicalization. Maklum saja, untuk kebutuhan Korps Marinir yang gemar main air laut, apalagi di negara beriklim tropis, BTR-4 harus dijamin lulus uji arung laut yang tentunya tidak bisa sembarangan. Oleh karena itu, pipa snorkel di sisi atas dan buoyancy kit yang terpasang menjadi pembeda paling kentara.

Dari segi desain, BTR-4 dengan sistem penggerak 8×8 merupakan desain asli Ukraina, yang merupakan penyempurna dari roh desain keluarga BTR-60/70/80. Walaupun buatan Timur, kualitas dan desainnya mengacu pada produk Barat. Jika melongok ke dalamnya, layoutnya sudah seperti ranpur buatan Barat, dengan kompartemen pengemudi dan komandan di depan, mesin di tengah, dan kompartemen pasukan di belakang. Kompartemen belakang terasa sangat lapang dan lega, bandingkan dengan keluarga BTR-80 yang duduknya saja berpunggung-punggungan sempit. Pasukan bisa keluar dari dua pintu belakang, lagi-lagi unggul dari BTR-80 yang harus keluar dari pintu samping yang sempit dan rawan tembakan dari arah depan.


Sistem penggerak untuk BTR-4 sendiri juga sudah mengandalkan mesin buatan Barat. Walaupun pabrikan sebenarnya menyiapkan dua opsi mesin, varian BTR-4M Indonesia menggunakan mesin terbaik yaitu Deutz BF6M 1015CP buatan Jerman yang sudah mengadopsi standar emisi Euro II yang saat ini berlaku di Indonesia. Mesin berdaya 490hp ini dikawinkan dengan sistem transmisi otomatis buatan Amerika Serikat Allison 4600SP dengan 6 gigi maju dan 1 gigi mundur. Paduan mesin dan transmisi ini dapat membawa BTR-4 lincah melesat sampai kecepatan 100km/ jam di jalan aspal atau 70km/ jam cross country.

Untuk kompartemen pasukan, BTR-4 dapat mengangkut sampai 8 orang yang terdiri dari 7 prajurit dan 1 orang juru tembak untuk sistem senjata pada BTR-4. Setiap prajurit mendapatkan kursi individual, yang dipasang tergantung pada atap kendaraan. Konfigurasi ini sengaja dibuat untuk mengurangi keparahan cedera fisik apabila kendaraan sampai terkena ranjau, yang gelombang kejutnya dapat meremukkan tulang. Kursi dapat dipasang berhadap-hadapan atau berpunggung-punggungan, dan dapat diubah oleh pengguna sesuka hati. Kenyamanan pasukan terjaga karena BTR-4M pesanan Indonesia sudah dipasangi sistem pendingin udara dengan daya yang cukup besar. Untuk menghadapi tren pertempuran di masa mendatang, BTR-4 pesanan Indonesia bahkan juga dilengkapi dengan filter NBC alias Nubika (Nuklir, Biologi, dan Kimia) untuk menghadapi skenario perang inkonvensional.


Sementara untuk sistem senjata, siapa yang tidak percaya pada ketangguhan sistem kubah tanpa awak buatan Ukraina? Republik Rakyat Tiongkok saja membeli kubah Skhval dari Ukraina untuk dipasang pada ranpur-ranpurnya. Untuk BTR-4M pesanan Indonesia, kubah yang dibeli adalah Parus, yang menggabungkan 4 tipe senjata sekaligus! Daftarnya mulai dari kanon otomatis 30mm ZTM-1/ 2A72 seperti yang terpasang pada BMP-2/3, yang sudah terbukti andal untuk menggasak berbagai macam sasaran.

Mengingat kanon serupa sudah digunakan pula oleh Korp Marinir, soal penggunaan dan perawatan tentu tidak jadi masalah. Untuk anti infantri, disediakan senapan mesin 7,62mm PKT dan pelontar granat 30mm AGS-17. Paduan dari dua senjata ini mampu menyediakan cakupan sasaran tunggal ataupun area pada jarak di luar jangkauan senjata ringan. Sementara untuk melawan tank, BTR-4M dibekali dengan rudal antitank Baryer (penghalang) yang dua tabungnya nangkring di sisi kanan kubah Parus. Dengan jarak efektif sampai 4.000 meter, BTR-4M memiliki kans untuk menghadapi dan melumpuhkan Main Battle Tank.


Namun sesungguhnya, fitur terbaik dari kubah Parus yang dipasang dari BTR-4M tidak cuma itu. Kubah ini dilengkapi dengan sistem hunter-killer dimana komandan dapat mengintip sasaran dari modul kamera yang dapat dinaikkan dan berputar independen dari putaran kubah. Komandan yang duduk di kursi depan dapat mengatur arah gerak dan zoom kamera ke sektor yang diinginkan. Fitur yang jamaknya hanya ada pada Main Battle Tank tersebut diadopsi pada BTR-4 untuk memaksimalkan daya gebuknya. Fungsi intai ini akan sangat berguna mengingat Korp Marinir membutuhkan fungsi intai untuk Resimen Kavalerinya.

Dengan segala fiturnya, BTR-4M yang akan tiba di Indonesia tahun ini boleh jadi merupakan ranpur terbaik di antara arsenal ranpur milik ketiga angkatan. Dengan kemampuan arung laut yang prima, ditambahkan dengan sistem senjata mulai dari senapan mesin sampai kanon tembak cepat yang dapat mencakup berbagai jarak, BTR-4M menghadirkan kombinasi letalitas dan mobilitas yang masih sukar dicari padananannya di antara ranpur-ranpur buatan Barat.

(Angkasa)

Rheinmetall Lynx Infantry Vehicle Targets Australian Market

Rheinmetall new Lynx infantry fighting vehicle (photos : Rheinmetall)

PARIS — Rheinmetall took the wraps off it’s new Lynx infantry fighting vehicle at the Eurosatory show in Paris on Tuesday, signaling not just the entry of a new contender in world export markets for this type of platform but that Australia was one of the German company’s main early sales target.

“As we launched it in Australian camouflage it’s a pretty good indication that we are targeting it as one of the key starting markets for the Lynx,” said Ben Hudson, the head of Rheinmetall’s vehicle systems division.

The company is already expecting to hear in the next few week whether its Boxer 8x8 armored personnel carrier bid has been successful as part of Australia’s Land 400 requirement.

Hudson said the vehicle was already generating considerable interest among potential infantry fighting vehicle purchasers other than Australia.

“Several potential customers in Europe are already discussing it with us,” he said.


In partnership with Krauss-Maffai Wegmann, the company already produces the Puma infantry fighting vehicle for the German Army but its high-end requirements help make it a costly machine compared to the Lynx, which is planned to be a more affordable and flexible offering for export customers.

The Lynx comes in two tracked variants. The KF31, which was revealed at Eurosatroy on Tuesday, can carry six troops and three crew members, while the KF41 is able to carry eight soldiers and three crew members.

The vehicle revealed Tuesday had a 35mm cannon, but Rheinmetall offers a 30mm weapon as an option. The KF31 also had an anti-tank missile launcher holding two Spike LRs (Long Range).

The KF31 weighs up to 38 tons. KF simply stands for Kettenfahrzeug, or "tracked vehicle," in German.

The platforms can be configured for command-and-control, armored-reconnaissance, repair-and-recovery, and ambulance operations.

"Lynx is an advanced, new modular family of vehicles that offers our customers the highest levels of survivability, mobility, lethality and capacity while utilizing proven technologies to deliver a compelling value proposition for our global customers," Hudson said.

(DefenseNews)

ST Kinetics Launches Terrex 3 IFV




A model of the ST Kinetics Terrex 3 IFV, which was launched at Eurosatory 2016. (photo : Jane's)

ST Kinetics launched the Terrex 3 - the latest iteration of the company's Terrex family of infantry fighting vehicles (IFVs) - at Eurosatory 2016 on 14 June.

A model of the ST Kinetics Terrex 3 IFV, which was launched at Eurosatory 2016. (P Felstead/IHS Jane's)

Only a model of the 8x8 vehicle was available for the launch, since only a handful of prototypes exist and one of them is currently on its way to Australia to compete for the Australian Army's Land 400 programme.

With a gross vehicle weight of 35 tonnes, the Terrex 3 has a payload of 12 tonnes, can carry a crew of two plus 11 dismounts, has a top speed of 88 km/h, and has a road range of 520 km.

(Jane's)

Rabu, 22 Juni 2016

Korps Marinir Mengincar 2S31 Vena Self Propelled Mortar

20 Juni 2016

2S31 Vena Self Propelled Mortar (photos : Vitaly V. Kuzmin)

2S31 Vena Self Propelled Mortar: Mulai Dilirik Untuk Perkuat Artileri Marinir TNI AL

Kekuatan artileri swagerak sudah menjadi ciri Korps Marinir dalam gelar operasinya, sebut saja dari era 60-an ada BM-14/17, berlanjut ke RM70 Grad dan yang terbaru RM70 Vampir. Itu semua masuk ke segmen self propelled MLRS (Multi Launch Rocket System). Lantas bagaimana dengan self propelled gun atau howitzer, seperti yang saat ini terdapat di etalase Atileri Medan TNI AD? Meski belum ada tanda-tanda kea rah penggunaan self propelled howitzer, namun ada kabar terbaru bahwa Korps Baret Ungu ini akan mengadopsi self propelled mortar system.

Kabar ini mungkin membuat beberapa orang bertanya-tanya, terlebih ke penyebutan self propelled (swagerak) mortar system. Pertama analogi yang selama ini tertanam bahwa mortar (mortir) umumnya dikenal sebagai senjata bantu infanteri dengan desain tabung yang ‘simple.’ Kalau pun ada mortir yang ditempatkan di dalam platform kendaraan, seperti misalnya di panser Pindad Anoa 6×6, toh bentuk asli mortir masih nampak jelas, pun pengoperasiannya tak beda dengan mortir konvensional. Tapi lain halnya dengan self propelled mortar system yang bakal melengkapi etalase artileri Marinir ini.


Label produk yang dimaksud adalah 2S31 Vena. Sekilas pandang, 2S31Vena tak ubahnya tank reguler yang sering Anda lihat. Tapi bila ditelaah, pada bagian kubahnya yang digunakan adalah laras mortir 2A51 gun kaliber 120 mm. Karena mengusung laras mortir, memang laras 2S31 tak setebal laras howitzer, begitu pun dalam hal jarak tembak, mortir tidak bisa sejauh tembakan dari howitzer. Mortir dengan larasnya yang halus (smoothbore) dan tekanan penembakan lebih rendah (low pressure), tak ayal menempati posisi sebagai senjata dukungan jarak dekat andalan bagi infanteri.

Korps Marinir TNI AL sejatinya taka sing dengan mortir kaliber besar (120 mm). Di era 60-an, tepatnya pada persiapan Operasi Trikora, Marinir sudah menggunakan M43 120 mm, mortir tarik buatan Rusia yang dilengkapi two wheel carriage. 2S31Vena pun tergolong fleksibel untuk urusan amunisi 120 mm. Vena dapat menembakkan aneka jenis proyektil mortir 120 mm termasuk proyektil mortir standar NATO, dan juga proyektil 120 mm untuk gun/mortar buatan Russia. Jenis-jenis peluru yang dapat ditembakkan diantaranya HEAT, Armor Piercing, HE-Frag, dan Kitolov Laser Guided Munition untuk penembakan presisi jarak jauh.

See full article Indomiliter